KOTA MOJOKERTO, Lenteramojokerto.com – Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) tak henti-hentinya menyoroti kinerja Walikota Mojokerto, Ika Puspitasari. Terbaru, organisasi mahasiswa dengan logo yang didominasi warna hijau dan hitam ini tengah menyoroti isu ‘ Walikota Bayangan’ yang diduga turut mewarnai kebijakan Ning Ita.
Ketua Umum HMI Cabang Mojokerto, Elang Teja Kusuma mengatakan bahwa yang ia maksud dengan dugaan Walikota Bayangan ini merujuk pada sosok Supriyadi Karima Syaiful yang merupakan suami dari Neng Ita. Isu adanya ‘Walikota Nol Koma Satu’ (Red : Walikota Bayangan) tengah berkembang di kalangan Eksekutif dan Legislatif
“Jadi kalimat ‘Walikota Nol Koma Satu’ itu merujuk ke suami Ning Ita mas,” ucapnya kepada Lenteramojokerto.com saat dikonfirmasi melalui WhatsApp, Jumat (7/1/2021).
Menurut Teja, sosok Walikota Bayangan ini diduga kerap mewarnai kebijakan perempuan nomor satu di Kota Mojokerto. Hal ini memicu adanya multikoordinasi dalam tubuh birokrasi Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto.
“Akhirnya Kepala OPD bingung kemana mereka harus berkiblat. Ini menjadi problematika ketika Neng Ita maupun OPD yang ingin cepat diduga malah terhambat oleh walikota nol koma satu,” paparnya.
“Hadirnya sosok yang diduga Nol Koma Satu inilah yang kerap membuat ASN di Kota resah dan ogah-ogahan menjalankan perintah Wali Kota yang sesungguhnya yakni Ning Ita,” pungkasnya.
Sebelumnya, Teja menyampaikan tiga poin kritikan yang mengarah pada kebijakan yang dibuat Walikota Mojokerto, Ika Puspitasari selama tiga tahun memimpin.
“Yang pertama masih adanya perwali no 55. Bagi kami ditengah situasi Kota Mojokerto yang sudah level 1 sehingga perwali no 55 ini dihapuskan atau dirubah,” papar Teja saat jumpa pers di Kantor Cabang HMI Mojokerto, Perumahan Gatoel, Jl. Kalimantan No.14, Mergelo, Kranggan, Kec. Prajurit Kulon, Kota Mojokerto pada, Kamis (6/1/2022).
Adapun poin kedua yakni program Jumat Berkah. Menurut Teja, program Jumat berkah ini terkesan seperti pencitraan. Padahal ada Dinas Sosial yang tupoksinya mengenai masalah sosial.
“Meskipun menggunakan uang pribadi Neng Ita seharusnya tetap ada batasan. Apalagi APBD Kota yang sebesar 1,2 Triliun harusnya bisa di efisienkan,” paparnya.
Adapun poin terakhir, Teja mengkritisi terkait munculnya isu Walikota Nol Koma Satu. Menurutnya dengan sejak adanya sosok tersebut malah menghambat kinerja tidak bisa ter-realisasi secara evisien.
“Ini menjadi problematika ketika kebijakan-kebijakan dari Neng Ita maupun OPD yang ingin cepat malah terhambat oleh walikota nol koma satu,” ucapnya.
Teja juga menegaskan jika HMI Mojokerto akan fokus melakukan pengawalan terhadap isu-isu lokal.
“Jika ada isu nasional tetap kita kawal, namun fokus kita tetap di isu-isu daerah, bagaimanapun kita berada di Mojokerto untuk itu kita mementingkan isu lokal,” pungkasnya. (Diy)