Meski tanggal-tanggal telah berguguran, berserak, terhempas hari, bulan dan tahun baru. Puisi-puisi ku akan tetap tinggal di bilik paling dalam degub dada mu yang tabah.
Puisi ku adalah kaki-kaki hujan yang runcing yang akhir-akhir ini kerap mampir di halaman rumah mu tanpa permisi, tanpa aba-aba dan tak kenal gesa.
Mengamati tembok-tembok kedinginan sembari memunguti jejak-jejak langkah kaki mu yang kuyup sepulang bermain dan berjalan-jalan.
Puisi ku adalah air hujan yang masuk melalui sela-sela genting rumah, yang menetes pelan lalu hinggap di dipan mu yang sudah lapuk dimakan usia. Ia diam-diam menyaksikan tubuhmu yang terkulai lemah sedang rebah untuk mengistirahatkan lelah.
Malam ini, kepalamu sedang gaduh seperti pasar sebelum subuh. Dipenuhi ragam pertanyaan tentang ketiadaan juga mimpi-mimpi dan segala ambisi. Saling kejar mengejar seperti detik dan menit yang melompat bergantian.
Puisi ku tak ingin pulang malam ini. Ia ingin menjadi doa-doa yang selalu bergelayut di langit-langit rumahmu. Ingin menjadi jeda yang menenangkan batinmu. Ingin menjelma silir yang menjamah mesra wajahmu dari gigil rindu dan air wudu.
Sebelum pagi tiba, puisi ku berbisik lirih kepadamu; sungguh, aku mencintaimu hanya karena semata-mata ingin menunaikan takdir ku. Tidak lebih.
Mojokerto, 29 Desember 2021
Slamet Indharto.
Puisi Karya
Slamet Indharto S.Ikom