Lenteramojokerto.com, Mojokerto -Komisi Nasional Anti Kekerasan Perempuan (Komnas Perempuan) turut mengawal perkara yang menimpa Mahasiswa asal Mojokerto, Novia Widyasari (23). Saat ini, lembaga nasional independen untuk melindungi hak perempuan ini telah melayangkan surat rekomendasi atas kasus aborsi dengan terdakwa mantan anggota polisi, Randy Bagus Hari Sasongko (21) ke PN Mojokerto.
Surat Rekomendasi ini telah diserahkan Tim Advokasi Keadilan untuk Novia Widyasari kepada Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto sejak Senin 18 April 2022 bersama Amicus Brief dari Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM).
Dalam suratnya, lembaga yang berdiri sejak tahun 1998 ini mengungkap Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan mendokumentasikan pada 2021 terjadi 4.322 kasus, dengan jumlah kekerasan tertinggi di ranah KDRT/relasi personal (2.527 kasus), termasuk kekerasan dalam pacaran.
“Salah satu kasus yang diadukan dan diterima KOMNAS Perempuan adalah kasus Novia Widyasari,” ucap Kordinator Tim Advokasi Keadilan untuk Novia Widyasari, Yenny Eta Widyanti melalui keterangan tertulis yang diterima Lenteramojokerto.com, Jumat (22/4/2022).
Komnas Perempuan berpendapat bahwa korban alm. Sdri. Novia Widyasari Rahayu telah menjadi korban kekerasan dalam relasi pacaran berbentuk kekerasan seksual dan psikis, terutama pada eksploitasi seksual dan pemaksaan aborsi, dalam rentang waktu yang berulang.
Untuk itu, Komnas Perempuan mendorong agar Ketua Pengadilan Negeri Mojokerto khususnya Majelis Hakim yang memeriksa perkara Novia Widyasari agar memandang kerentanan, kesengsaraan, dan penderitaan Novia Widyasari hingga menyebabkan korban memutuskan mengakhiri hidupnya.
“Disertai memberikan keadilan terhadap Novia sebagai perempuan korban kekerasan, sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT dan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) terutama pasal 2 huruf (c) yang memberikan perlindungan hukum bagi perempuan korban di lingkungan hukum Nasional. Serta Pasal 4 Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 3 tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum juga memandatkan hakim untuk mempertimbangkan posisi rentan perempuan sebagai korban kekerasan,” jlentreh Yenny.
Selanjutnya, Komnas Perempuan mendorong majelis hakim agar menjatuhkan pidana berdasarkan Pasal 347 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana paling lama 12 tahun penjara. (Diy)