Lenteramojokerto.com, Mojokerto – Kuasa Hukum korban pencabulan sesama jenis yang diduga dilakukan RD (40) Ustadz salah satu TPQ di Kecamatan Sooko, Mojokerto khawatirkan hasil visum fisik (visum et repertum) justru melemahkan bukti. Sebab, pencabulan yang diduga terjadi kepada 3 remaja laki-laki ini dimungkinkan tidak berbekas.
“Visum terhadap korban visum et repertum atau visum secara fisik. Padahal, dalam kejahatan pencabulan ini besar kemungkinan tidak berbekas. Karena para korban laki-laki,” ucap Kuasa Hukum Korban, Ansorul Huda.
Ketua Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum (LPBH) NU Kabupaten Mojokerto ini menyarankan penyidik Unit Pelayanan Perempuan dan anak (PPA) Satreskrim Polres Mojokerto melakukan visum et psikiatri.
“Kami meminta kawan-kawan penyidik melakukan visum et psikiatri kepada para korban. Sehingga tidak ada keraguan lagi, paling tidak itu memperkuat bukti yang bisa dipakai kawan-kawan penyidik,” tandasnya.
Menyikapi hal tersebut, Kepala Seksi Pidana Umum (Kasipidum) Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto, Ivan Yoko menghimbau agar semua pihak tidak perlu khawatir dengan hasil visum korban yang lemah. Sebab, penyidik dari kepolisian didampingi jaksa peneliti memiliki teknik-teknik tersendiri untuk menggali alat bukti lain. Sementara itu, istilah visum et psikiatri atau visum psikis tidak ada.
“Banyak ahli yang dapat membuktikan pasal yang dijeratkan kepada terlapor (Ustaz RD). Untuk perkara ini bisa keduanya, apakah korban trauma, traumanya kenapa, itu nanti bisa digali dari situ. Begitu juga dengan pelaku. Itu nanti tekniknya penyidik yang koordinasi dengan jaksa peneliti untuk membuktikan pasal yang dijeratkan kepada terlapor,” kata Ivan saat ditemui wartawan pada, Senin (27/6/2022).
Ivan juga menjelaskan, dalam pasal 184 KUHAP dijelaskan jika terdapat 5 jenis alat bukti dalam perkara pidana yang terdiri dari keterangan saksi, alat bukti surat, keterangan ahli, petunjuk, dan keterangan tersagka dan terdakwa.
Adapun untuk hasil visum fisik korban, masuk dalam alat bukti surat. Ivan juga menuturkan, jika bukti dari hasil visum para korban ini dinilai lemah bakal diganti dengan bukti lainnya, seperti keterangan ahli. Yaitu keterangan psikolog atau psikiater yang memeriksa korban dan terduga pelaku.
“Misalnya alat bukti keterangan ahli, keterangan saksi korban maupun saksi yang mendengar sendiri, menyaksikan sendiri, atau saksi yang mengalami sendiri, alat bukti petunjuk dan sebagainya,” jelasnya.
Setelah itu, lanjut ivan memaparkan, Majelis Hakim akan memutuskan terdakwa dengan merujuk sekurang-kurangnya dua alat bukti ditambah satu keyakinan hakim sesuai dalam ketentuan pasal 183 KUHAP.
“Jadi, dari 5 alat bukti, minimal kami harus mempunyai 2 alat bukti dan dua alat bukti itu bisa meyakinkan hakim bahwa terdakwa memang benar melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan,” tutup Ivan.
Terungkapnya Kasus ini bermula saat korban pertama melaporkan tindakan bejat Ustadz RD kepada orangtuanya. Remaja berumur 12 tahun ini mengaku telah dilecehkan sejak Desember 2021.
Terungkapnya Kasus ini bermula saat korban pertama melaporkan tindakan bejat Ustadz RD kepada orangtuanya. Remaja berumur 12 tahun ini mengaku telah dilecehkan sejak Desember 2021.
Modus yang dipakai pelaku yakni percepatan (akselerasi) akil baligh korban. Mulanya ustadz menanyai korban apakah sudah cukup umur (baligh) atau belum. Saat korban menjawab jika dirinya belum baligh Ustadz ini mengatakan hendak mempercepat (akselerasi) baligh korban dengan melakukan pencabulan.
Korban diketahui berjumlah 3 remaja laki-laki, dua berusia 12 tahun dan satu berusia 15 tahun. Saat ini, polisi telah menaikkan penanganan kasus ini ke tahap penyidikan. Namun, terduga pelaku belum ditahan.(Diy)