Cerpen – Sore itu, di kursi Bus paling belakang seorang pria bersandar dengan tampang lelah. Sembari sejenak beristirahat dari lelahnya pekerjaan, bus tersebut meluncur menuju kampusnya. Dialah Joko, seorang laki-laki yang selalu bertarung dengan waktu untuk bekerja dan kuliah. Ditengah perjalanan Joko mengeluh dalam hati, “melelahkan juga bekerja disambung kuliah, ”ucap Joko sambil menahan matanya agar tidak terlelap. “Hooaamm, mau tidur takut busnya bablas,” ucapnya pelan sambil sedikit meneteskan air mata kantuk.
Setelah berselang beberapa menit, bus itu berhenti didepan universitas. Joko pun turun dari Bis itu, ia pun berjalan menuju warung di depan kampusnya. “Kopi hitam satu mas,” ucap joko pada penjaga warung itu. ‘kliting kliting kliting’ terdengar bunyi dari sendok yang berbenturan dengan cingkir yang diaduk oleh penjaga kopi yang mengangguk menandakan pesanan Joko sudah diterimanya.
Setelah beberapa saat Joko beranjak dari tempat pemesanan, menuju tempat duduk favoritnya di Saf ke dua dengan spot view yang menghadap langsung ke Kampus. Setelah menaruh tas di meja-nya Joko menuju ke meja saf pertama yang terlihat tak berpenghuni. Koran yang tergeletak lemas itu daimbil Joko untuk menemaninya menanti seseorang.
Joko kembali ke meja favoritnya, menarik kursi kayu lalu ia duduki. Ia pun membuka koran yang ia bawa dan koran itu mamalingkan pandangan Joko dari Kampus. “Permendikbud PPKS,” ucap Joko lirih membaca judul di koran. “Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim, menyosialisasikan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi sebagai bagian program Merdeka Belajar Episode Keempat Belas: Kampus Merdeka dari Kekerasan Seksual,” lanjut Joko membaca Koran. “Kekerasan Seksual di Pendidikan Sering Terjadi di Lingkup Kampus, Pesantren Nomor Dua,” lanjut Joko membaca artikel lainnya di Koran.
Setelah lama membolak-balik lembar koran, Joko menemukan judul yang menarik, “Mayoritas Kasus Kekerasan Seksual Berakhir Tanpa Penyelesaii….,”
“Dorrrr, hayooo baca apa,” Teriak perempuan berkerudung merah muda mencoba mengagetkan Joko. “Larasss, kaget tau,” kesal Joko.
“Cie marah, coba liat kalo marah,” goda Laras. “Ndak siapa juga yang marah, cuman kaget,” balas Joko. “Masak, coba lihat matanya,” jawab laras sambil memegang dagu Joko dan mengarahkan wajah Joko ke pandangan laras.
Melihat sorot mata laras yang dalam dibumbui tawa kecil dan senyuman manis sedikit membuat wajah Joko memerah. Rasa bunga bercampur sedikit malu membuat Joko lupa dengan rasa kesalnya.
“beneran enggak, eh kok lama kesini tadi,” ucap Joko mencoba mengalihkan pembicaraan.
“oh iya, aku mau cerita sesuatu,” jawab Laras.
“Tadi aku habis kumpulan sama temen-temen komunitasku, diskusi tentang permendikbud.”
“Pita Merah itu,” sahut Joko.
“Iya, kami tadi diskusi tentang permendikbud no 30 itu, kamu tahu ndak ?” balas Laras.
“yang mana ? ndak tau aku,”
“makanya jangan kudet. Yang bahas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual atau yang disingkat P.P.K.S,” jelas Laras.
“Oh PPKS, iya tadi aku juga sempet baca koran di koran ini, bentar aku carikan,” Jokopun bersemangat untuk mencari.
‘brak’ bunyi telapak tangan laras memukul koran yang dibuka Joko sambil mengatakan, “ndak usah dengerin aku bercerita saja.”
“hmmmm, lama tidak kamu ceritanya ?” ucap Joko sambil melihat arlojinya.
“Oh jadi kamu ndak mau dengerin ceritaku, yaudah aku cerita ke lainnya saja,” balas Laras sambil merengut.
“Bukan gitu ras, habis ini aku harus masuk kelas, lagian…” ucap Joko belum selesai.
“ya udah masuk kelas sana, buru-buru amat mau ketemu cewek lain ya ?” potong Laras dengan nada gusar.
“Bukan, aku tadi juga lama nunggu kamu, satu jam-an,” Joko melanjutkan.
“Kamu nggak mau nunggu aku, yaudah besok ndak usah nunggu-nunggu aku lagi, sekalian ndak usah ketemu lagi,” kesal Laras.
“……” Joko terdiam.
“sekalian ndak usah hubungi aku lagi,” lanjut Laras yang masih kesal.
“….” Joko masih terdiam hanya memandangi paras kekasihnya yang marah.
“Blokir saja WA-ku, FB, Twitter, semuanya,” lanjut Laras.
Joko mulai beranjak dari tempat duduknya sambil membawa tasnya.
Seketika itu mulut Laras terdiam seketika, namun hatinya bergumam ‘apakah dia benar akan pergi, dan tak mendengarkanku, apakah Joko sudah tak perduli dengan ku.’ Langkah kaki Joko begitu terdengar di telinga Laras, sekeras suara detak jantungnya.
Joko mulai memutar menjauh dari mejanya. Detik-detik itu terasa lebih lama bagi laras, dan setiap detik pula hati laras terasa sakit. Namun, ternyata Joko tidak pergi meninggalkan Laras, melainkan duduk disebelahnya. Tangan kiri Joko melayang keatas kepala laras dengan mengusapnya sebanyak 5 kali.
“Bukankah kamu selalu bilang, ’tidak ada yang boleh lebih dominan dalam hubungan kita,’ tolonglah kendalikan dirimu sayang,” ucap Joko sambil tersenyum.
Laraspun seperti terhipnotis dan tidak berbicara sama sekali, yang bisa ia lakukan hanya menikmati momen ini. Perlahan tapi pasti Joko menuntun kepala Laras yang terbungkus Hijab Merah Muda untuk bersandar dikepalanya.
“aku akan disini menemanimu, maafkan aku ya,” ucap Joko.
Seketika itu sebutir air mata menetes dari pipi Laras. Seolah menemukan jalan, air mata yang lain turut menyusul. Laraspun menangis sejadi-jadinya.
Bersambung………………